Goenawan Mohamad (l. 1941) memulai pencarian artistiknya di dunia seni rupa dengan menggelar pameran sekira seratus sketsa bertajuk Petikan di Plataran Djoko Pekik, Sembungan, Bantul, Yogyakarta, 11-25 November 2016.

Semenjak itu pencarian artistiknya bergerak cepat dengan intensitas dan produktivitas berkarya dan berpameran seni rupa yang terbilang mencengangkan. Pada 2017-2018, misalnya, ia mengadakan lima pameran tunggal (empat di Jakarta, satu di Yogyakarta), yang menampilkan tak kurang dari seratus lima puluh karya sketsa, gambar, dan lukisan.

Semuanya memperlihatkan kerjanya sungguh-sungguh dalam “menjajal gambar” dengan latihan-latihan dasar yang serius dengan pensil warna, pena, tinta, dan akrilik di kertas dan kanvas untuk “menemukan kembali” wujud benda dan makhluk hidup, momen-momen kecil, kenangan tentang perjalanan, pertemuan dengan kata-kata dan bacaan, sajak dalam gambar dalam sajak, dan respons kepada sebuah sosok.

Usaha itu menyadarkannya bahwa “gambar adalah sebuah energi visual” yang “memberi kegembiraan tersendiri”, “keasyikan tersendiri”, “berahi tersendiri”, karena “selalu ada yang tak tersangka-sangka”, karena “imajinasi tak pernah selesai”.

Dengan kesadaran itu, Goenawan Mohamad meneruskan pencarian artistiknya dengan merambah media lain dan cara kerja berbeda seperti lukisan cat minyak, gambar arang, dan seni cetak grafis yang dibuatnya di Pasar Minggu, Jakarta, Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta, dan Ubud, Bali.

Apa yang memampukan penerima Japan Foundation Award (2022) ini terus berkarya dan berpameran seni rupa sepanjang sembilan tahun belakangan adalah kesadaran eksistensial bahwa “tiap karya adalah sebuah langkah pencarian” yang “tak pernah selesai”—“atau diselesaikan mereka yang melihatnya”.

Itu sebabnya yang meyakinkan Goenawan Mohamad untuk memberikan judul Mencari Lagi … bagi pameran tunggalnya di Srisasanti Gallery, Tirtodipuran Link Building B, Yogyakarta, ini. Pameran ini, pameran tunggalnya kedelapan belas, menampilkan 59 karya seni rupa (19 lukisan, 25 gambar, 11 gumoil, 3 etsa dan 1 objek-instalasi) buatan sekitar 2017-2025.

Atas keyakinannya itu, bisa dimengerti jika “ada perubahan yang mencolok dalam ekspresi visualnya”. Misalnya, di antara empat belas lukisan cat minyak yang terpajang di lantai 2 galeri ini “tampak kecenderungan baru—lebih dekat ke ekspresionisme abstrak”. Itu menegaskan, “sejak mula memang ia tidak betah dengan apa yang disebut ‘realisme’.”

Tapi, sebagaimana tampak dalam banyak karya sketsa, gambar, dan gumoil di lantai 1 galeri ini, “sekarang pun ia tak hendak meninggalkan ‘seni rupa figuratif’.” Penulis lima belas jilid buku Catatan Pinggir ini ‘’menampik pembedaan antara yang ‘figuratif’ dan ‘abstrak’.’’

Demikianlah, karya-karya seni rupa Goenawan Mohamad ‘’memaparkan perubahan yang terus-menerus, juga dalam medium’’.